Senin, 16 Mei 2016

Makalah Ibnu Khaldun

Ibnu Khaldun
Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata kuliah: Filsafat Islam
Dosen pengampu: Afith Akhwanuddin, M. Hum
Description: H:\logo-stain-pekalongan.jpg
Disusun oleh:
M. LuqmanulHakim (2021114048)
Zahrotul Khasanah (2021114304)
Kelas : F

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TIGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2015




BAB I
PENDAHULUAN
A.                Latar Belakang
Dalam diskursus Islam kontemporer dewasa ini persoalan epistemologi menempati tema sentral, karena menyangkut persoalan pandangan (world view) masyarakat muslim terhadap dunianya. Pandangan dunia yang dimaksud adalah pandangan terhadap realitas internal masyarakat muslim berupa kemunduran dan ketertinggalannya selama ini di berbagai aspek, baik ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan sains dan realitas eksternal berupa perubahan-perubahan, kemajuan kebudayaan dan peradaban (global-modern) yang diciptakan oleh bangsa barat.
Berdasarkan pada realitas dunia semacam ini, secara sederhana muncul berbagai kelompok dalam masyarakat muslim (intelektual) yang berbeda dalam merespon dan memandang dunianya. Paling tidak respon itu berupa usaha pembaharuan pemikiran Islam yang dilakukan oleh kalangan intelektual muslim, yang masing-masing memiliki kecenderungan berbeda.
Untuk bisa memahami secara utuh pemikiran seorang filsuf atau ilmuwan diperlukan kajian mendalam terlebih dahulu terhadap autobiografinya, realitas sosial-politik yang mewarnai corak pemikirannya, perkembangan kehidupan pribadi dan pendidikannya.
Ibnu Khaldun hidup dalam suatu masyarakat yang kebudayaannya berbeda dengan kebudayaan kita saat ini. Hal pokok agar bisa memahami pemikirannya adalah dengan cara mengkaji fenomena sosial yang mengelilingi kehidupan pribadinya. Dilihat dari perspektif sosiologi pengetahuan, setiap pemikiran manusia bukanlah suatu cerminan sempurna yang mutlak, tetapi sebagai alat untuk survival. Biasanya manusia dalam melihat realitas sangat dipengaruhi oleh situasi kultural, sosial dan fisiknya. Teori ini juga berlaku memahami sosok Ibnu Khaldun. Ia selama ini dianggap sebagai perintis dan orang pertama yang mengkaji ilmu sosial dan mereumuskan hukum-hukum kemasyarakatan.


B.                 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut perlu kiranya perlu merumuskan masalah sebagai pijakan untuk terfokuskan kajian makalah ini. Adapun rumusan masalah sebagai berikut:
1.                  Bagaimana riwayat hidup Ibnu Khaldun?
2.                  Apa saja karya-karya pemikiran dari Ibnu Khaldun?
3.                  Bagaimana corak pemikiran Ibnu Khaldun?
4.                  Bagaimana tujuan kitab Ibnu Khaldun “Muqaddimah”?
5.                  Bagaimana epistemologi Ibnu Khaldun paradigma dengan sosiologi modern?

C.                 Metode Pemecahan Masalah
Metode pemecahan masalah yang dilakukan melalui studi leteratur/metode kajian pustaka, yaitu dengan menggunakan beberapa referensi buku atau daari referensi lainnya yang merujuk pada permaslahan yang dibahas. Langkah-langkah pemecahan masalahnya dimulai dengan menentukan masalah yang akan dibahas dengan melakukan perumusan masalah.
D.                Sistematika Penulisan Makalah
Makalah ini ditulis dalam tiga bagian, meliputi: Bab I, bagian pendahuluan yang terdiri dari: latar belakang masalah, perumusan masalah, metode pemecahan masalah, dan sistematika penulisan makalah; Bab II, adalah pembahasan; Bab III, bagian penutup yang terdiri dari simpulan dan daftar pustaka.





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Riwayat Hidup Ibnu Khaldun
Pendiri ilmu sosial dan ahli sejarah Muslim terbesar, Abdur Rahman Wali’ud-din Muhammad ibnu Khaldun. Lahir di Tunisia  pada tanggal 1 Ramadhan tahun 723. Nama lengkap Ibnu Khaldun al-Hardami. Banyak gelar yang melekat adanya sebagai bentuk prestasi dan kekuasaan yang pernah di raih dan di gelutinya, selanjutnya Waliudin, al-Malik, al-Rais, al-Hija, al-sadrur al- kabir, al-Faqih al-Jalil, “Allamat al-Ummah, Imam al-Aminah, Jamlalu al-Islam wal Muslimin. Nenek moyangnya berimigrasi dari Handramat ke Seville (di Spanyol) pada abad ke-9 M dan bekerja sebagai ahli kenegaraan dan penjabat selama hampir empat abat. Pada abat ke-13, keluarganya termasuk keluarga berpengaruh di Seville. Sebelum akhir abad seville di duduki kaum keristen, dan keluarganya harus berimigrasi ke Tunisia seperti keluarga – keluarga bangsawan lainya.
Ayahnya adalah cendekiawan islam terkemukaka sehingga dia mendapat pendidikan dasar dari ayahnya dan dari cedekiawan-cedikiawan islam yang berkualitas nama gurunya dan meneliti kedudukan mereka dalam dunia ilmu dan karya-karyanya di antara mereka adalah Muhammad bin sa’ad bin Butral al-Anshari, Muhammad bin al al-Arabi al-Husyairi, Muhammad bin al-Syawazz al-Zarzali, Ahmad bin Al-Qashar, Muhammad bin Bahar, Muhammad bin Jabir al- Qaisi, Muhammad bin Abdllah al-Faqih, Abdul-Qasim uhammad al-Qasir, Muhammad bin Abdissalam, dan lain-lain. Sejak kecil kecerdasannya yang tinggi dan ide-ide filosofisnya telah menarik perhatian. Ketika berusia 20 tahun, dia di tunjuk oleh Sultan Fez sebagai sekertaris peribadinya. Akan tetapi, ide-ide filosofisnya menjauhkanya dari kelas ulama, maka dia meninggalkan Fez. Dia kemudian menjadi sekertaris Sultan Marindi, Abu Ivan. Berkat jasa, posisi dan statusnya di istana Sultan, dia menjadi sangat kaya dan terkenal dalam waktu singkat, tetapi akibat perseketaan dia berakhir di penjara.[1]

Ibnu Khaldun terkenal sebagai Bapak Ilmu Sosial, Bukunya The History of The World, khususnya Muqoddimah, tidak hanya kontribusinya yang unik dalam bidang sejarah tetapi merupakan babak baru dan cahaya bagi dunia tulis-menulis secara umum. Kombinasi dari pengalaman praktis dan pengetahuan yang luas buku yang menjadi inspirasi semua ahli sejarah dan penulisan di seluruh duia buku ini berjudul Kitab al-I’bar.
Ibnu Khaldun juga  yang  membawa  perubahan dalam perilaku manusia terhadap sejarah, penguasa, terhadap aturan, dan terhadap Tuhannya. Dia mengatakan bahwa negara dan peradaban berjalan menurut aturan dasar yang pasti, dan aturan warna kulit mereka. Ibnu Khaldun mengatakan bahwa sejarah tidak hanya cerita bangsa-bangsa dan agama. Sejarah adalah narasi seluruh aktivitas manusia. Ini adalah cerita perkembangan peradaban manusia. Tugas ahli sejarah adalah mencatat masalah dan perubahan manusia dari hari ke hari.
Penemuan mendasar dari perkembangan masyarakat secara bertahap dan perkembangan masyarakat secara bertahap dan menilai seluruh peristiwa dalam sejarah sesuai dengan penemuan teersebut adalah filosofis sejarah yang di kemukakan Ibnu Khaldun. Dan menurut Toynbee, ini adalah sumbangan terbesar Ibnu Khaldun.
He was outstanding in his knowledge of Arabic and had an understanding of poetry in its different forms and I can well remember how the men of letters sought his opinion in matters of dispute and submitted their works to him.
Dalam dunia  ekonomi, ilmu pengetahuan dan sains dia memiliki pengaruh yang belum ada sebelumnya. Dia menempatkan yang di atas filsafat. Apa yang tak bisa di pahami dengan keyakinan pada Allah. Dia membaha hal ini juga dibahas dalam muqaddimah.[2]
Ketika mengevaluasi Ibnu Khaldun kita harus mengingat, bahwa ketika duduk di istana di Afrika Utara lima ratus tahun yang lalu yang luas, dia memberikan sumbangan di bidang sejarah dan dunia pada umumnya, sebuah pengetahuan dan arah yang menjadi dasar bagi ahli sejarah generasi selanjutnya. Jadi Bapak Ilmu sejarah sejati.[3]
B.     Karya-Karya Ibnu Khaldun
Di bawah ini karya – karya Ibnu Khaldun :
Untuk buku pertamnya adalah Lubab al-muhassal yang telah dia selesaikan dibawah pengawasan guru favoritnya al-Alibi. Ketika Ibnu Khaldun masih berusia 19 tahun dan masih tinggal di Tunis.
Sebelum menulis kitab al-I’bar, ada satu karyanya yaitu Shifa’ al-sa’il yang ia tulis selama singgah di Fez.
1.      Kitab Muqaddimah yang merupakan buku pertama dari kitab al-I’bar yang terdiri dari bagian muqaddimah. Buku pengantar yang panjang inilah yang merupakan inti dari seluruh persoalan dan buku tersebut pulalah yang mengangkat nama Ibnu Khaldun menjadi begitu harum. Adapun tema muqaddimah ini adalah gejala-gejala sosial dan sejarahnya.
2.      Kitab al-I’bar Wa Diwan al-Mubtada’ Wa al-Khabar Fi Ayyam al-‘Arab Wa al-‘Ajam Wa al-Barbar Wa Man Asharuhum Min Dzawi as;Sulthani al-Akbar (kitab pelajaran dan arsip sejarah zaman permulaan dan zaman akhir yang mencakup peristiwa politik mengenai orang-orang arab, non arab dan Barbar, serta raja-raja besar yang semasa dengan mereka) yang kemudian terkenal dengan kitab I’bar yang terdiri dari tiga buku. Buku pertama adalah sebagai kitab Muqaddimah atau jilid pertama yang berisi tentang masyarakat dan ciri-cirinya yang hakiki, yaitu pemerintahan, kekuasaan, pencaharian, penghidupan, keahlian-keahlian dan ilmu pengetahuan dengan segala sebab dan alasan-alasannya. Buku kedua terdiri dari empat jilid yaitu jilid kedua, ketiga, keempat dan kelima yang menguraikan tentang sejarah bangsa arab, generasi-generasi mereka serta dinasti-dinasti mereka. Disamping itu juga mengandung ulasan tentang bangsa-bangsa terkenal dan negara yang sezaman dengan mereka, seperti bangsa Persia, Syiria, Yahudi, Yunani, Romawi, Turki dan Eropa. Kemudian buku ketiga terdiri dari dua jilid yaitu jilid ke enam dan ketujuh yang berisi tentang sejarah bahasa Barbar dan Zanata yang merupakan bagian dari mereka khususnya kerajaan dan negara-negara Maghribi (Afrika-Utara).
3.      Kitab al-Ta’rif bi Ibnu Khaldun Wa Rihlatuhu Syarqon Wa Ghorban atau disebut al-Ta’rif, dan oleh orang-orang barat disebut dengan Autobiografi. Merupakan bagian terakhir dari kitab al-I’bar yang berisi tentang beberapa bab mengenai kehidupan Ibnu Khaldun. Dia menulis autobiografinya secara sistematis dengan menggunakan metode ilmiah, karena terpisah dalam bab-bab, tapi saling berhubungan antara satu dengan yang lain.[4]
C.    Corak dan Sistem Pemikiran Ibnu Khaldun (Realisme yang Religious)
Pola pemikiran intelrektual sebelum ibnu khaldun, telah menyadarkan sikap kritis Ibnu Khaldun untuk bisa menjelaskan realitas sosial politik. Perbedaan mendasar dari pemikiranya dapat di lihat dari konteks memahami fenomena kemasyarakatan yang nuansanya realis, bermaksud mengungkap fenomena dengan apa adanya. Ibnu Khaldun tidak berpegang dan menciptakan nilai normative sistem kekuasaan, melainkan meletakan sistem sosial politik berjalan sesuai dengan watak alamiyahnya.
Ibnu Khaldun memang seorang realis, tetapi tidak mengesampingkan sesuatu yang religius. Apa yang harus terjadi sama benarnya dengan dengan yang terjadi, masing – masing harus di tempatkan pada posisi yang sebenarnya. Ibnu Khaldun menolak pemikiran – pemikiran konvesional, yang cenderung mencampur adukan keduanya. Ibnu Khaldun menyerang sejarawan seperti menulis al-Hadist. Para penulis al-Hadits selalu menyibukkan diri dengan mempertanyakan apakah nabi benar–benar mengucapkan suatu hadits tertentu. Metode al-Hadits tidak bisa di gunakan dalam penulisan sejarah. Sejarah berhubungan dengan masalalu dan untuk mempelajarinya perlu memahami hukum–hukum sosial yang berlaku pada masyarakat.
Realisme Ibnu Khaldun di samping bersumber realitas pengalaman empiris, lalu membangung suatu teori, hukum, premis atas fakta–fakta yang di lihatnya, Ibnu Khaldun berupaya mendialokkan dengan teks–teks al–Qur’an dan al-Hadits. Dalam seluruh pembicaraannya di Muqqodimah, selalu menghubungkan dasar argumentasi dengan teks al–Qur’an dan Hadits, sekaligus memberi interprestasirtas teks–teks tersebut. [5]
D.    Tujuan Ibnu Khaldun Menulis Muqoddimah.
            Muqodidimah adalah karya kritis historis. Ulasan singkat tentang Muqoddimah sebelum mengupas lebih dalam tentang teori pengetahuan Ibnu Khalduun. Kiranya perlu dipaparkan sebuah uraian singkat mengenai karya Ibnu Khaldun. Ibnu Khaldun dengan pengetahuan yang luas dan pengalaman yang kaya telah melihat bahwa ia perlu membangun ilmu pengetahuan baru yang membedakannya dari ilmuan–ilmuan yang selama ini cenderung menggeluti pemikiran filsafat yang nuansanya metafisik–idealitik. Menurut Ibnu Khaldun ada salah satu karakter yang tidak dapat di bantah dalam pemkiran genial, yaitu menunjukkan kepekaan terhadap rasa heran, terkejut dan mengajukan pertanyaan–pertanyaan mengenai hal–hal biasa yang oleh orang–orang umum secara otomatis dianggap sebagai dasar bagi kebiasaan–kebiasaan sekuler, seperti halnya hukum newton pada apel. Demikian eksistensi dinasti–dinasti, maupun kehidupan orang–orang nomade dan orang–orang kota tentu saja bukan hal baru, tetapi Ibnu Khaldun tidak puas dengan pernyataan–pernyataan ini. Dari rasa ingin tahunya itulah kemudian lahir muqoddimah, kajian tentang sejarah universal yang di lihat melalui suk–dukan Afrika Utara. Faktor – faktor yang menyebabkan bukunya berbeda dari karya–karya terdahulu yang mirip. Ia mengatakan bahwa karya–karya sejarawan selama ini hanya sampai pada rincian–rincian yang tidak memperkaya semangat.  Ilmu pengetahuan yang di maksud adalah ilmu pengetahuan yang menggali persoalan–persoalan kemasyarakatan dan untuk menemukan dasar–dasar hukum bagi perubahan dan perkembangan masyarakat.[6]
Isi Muqoddimah Ibnu Khaldun menyusun muqoddimah dalam berbagai bagian penting sebagai berikut :
1.      Sebuah pengantar pendek.
2.      Pendahuluan berupa ulasan singkat manfaat histrogafi dan kritik terhadap kesalahan yang di lakukan sejarawan.
3.      Buku pertama dari al-Ibar berupa uraian kritik terhadap penulisan sejarah yang dilakukan sebelum Ibnu Khaldun.
4.      Bab pertama dari buku pertama berbicara tentang peradaban manusia secara umum.
5.      Bab kedua berupa uraian tentang peradaban.
6.      Bab ketiga dari buku pertama berisi penjelasan.
7.      Bab ke empat dari buku pertama berisi tentang peradaban.
8.      Bab kelima dari buku pertama berisi penjelasan.
9.      Bab keenam dari buku pertama berisi tentang berbagai macam ilmu pengetahuan.[7]
Hal pokok yang menjadi pembahasan Ibnu Khaldun dalam muqodimah adalah masalah fenomena sosial, yang disebutkan dengan istilah Waqi’at al-Umroni al-Basyari atau al-Ahwal al-Ijtima’ al-Insani. Walau begitu, Ibnu Khaldun tidak memberikan definisi yang baku tentang apa yang di maksud fenomena sosial. Ibnu Khaldun hanya memberikan contoh sebagai berikut :
Hakikat sejarah adalah catatan tentang masyarakat umat manusia (al-Ijtima’al-Insani). Sejarah itu identik dengan peradaban dunia (Umron al-Alam) tentang perubahan–perubahan yang terjadi pada watak peradaban itu (Tawahsyu) keramah–tamahan (Ta’anuts) berdasarkan pada beberapa contoh fenomena sosial yang di kemukakan ibnu Khaldun di atas, dapat disimpulkan bahwa fenomena sosial adalah kaidah–kaidah atau hukum–hukum dan kecenderungan–kecenderungan umum yang dibentuk oleh individu–individu sebagai dasar dalam mengatur masalah–masalah sosial yang terjadi, memper erat hubungan mereka satu sama lain.
Proses penarikan kesimpulan model Ibnu Khaldun berpijak pada realitas. Hal ini akan memeberikan pemahaman awal bahwa Ibnu Khaldun tidak menggunakan model  logika Aristoteles sebagaimana banyak di yakini dan di gunakan oleh filosuf sebelumnya dalam menganalisis berbagai persoalan. Menurut Fakhry Ali, Ibnu Khaldun tidak menafikan bahwa logika bermanfaat  untuk menyusun dasar argumentasi yang sistematis, tetapi logika tidak banyak menghasilkan ilmu pengetahuan. Tampaknya Ibnu Khaldun bermaksud menampilkan suatu bentuk logika yang berdasar pada realitas untuk mencari hukum–hukum yang  terjadi dalam masyarakat.
E.     Epistemologi Ibnu Khaldun Paradigma dengan Sosiologi Modern
Dilihat dari sisi episitimologi, pemikiran model Ibnu khaldun mengalami perkembangan pesat pada dunia modern. Ibnu Khaldun berusaha keras untuk membangun ilmu pengetahuan tentang manusia. Berbeda dengan kalangan ilmuan klasik sebelum Ibnu Khaldun yang menekankan dimensi moral manusia. Ibnu Khaldun berupaya untuk mengambil jarak dari fenomena manusia yang mendasari kebenaran, yang kemudian menjadi tujuan yang berkelanjutan dari ilmu pengetahuan modern. Anehnya penemuan ibnu Khaldun tentang ilmu pengetahuan sosial tidak mendapat tempat dikalangan intelektual Islam. Pasca Ibnu Khaldun, tidak di temukan lagi sosiolog–sosiolog muslim yang terus mengembangkan ilmu pengetahuan baru ini.[8]
Bangunan model Ibnu Khaldun justru subur dan berkembang pesat di dunia Barat. Para sosiolog Barat bermunculan untuk mengkuji secara serius fenomena kemasyarakatan ini, mulai dari Machiavelli, Vico, Hobes, Locke, Comte, terus mengusung pemikiran terkait dengan perkembangan masyarakat. Dalam pandangan Abdel Wahab al-Affedi, upaya pengambilan jarak ini mencapai puncak dalam ajaran Marxisme yang mengklaim telah membebaskan manusia.[9]
Memang para sosiolog Barat hampir memiliki kemiripan dengan pemikiran Ibnu Khaldun. Machevelli memberi cerita buruk pada politik kekuasaan yang mana seluruh kekuasaan Negara memiliki logikanya sendiri, yang cenderung bertarung untuk mempeributkan realitas sosial politik. Menurut Thomas Hobbes berpandangan bahwa setiap manusia cenderung ingin berkuasa dan tidak pernah puas, sehingga untuk mencapai stabilitas sosial perlu di buat peraturan yang di paksakan kepada manusia oleh superior tertinggi yaitu Negara.
Kemiripan sosiolog Barat dengan Ibnu Khaldun dilihat dari aspek pemahaman bahwa realitas sosial bergerak secara alamiah. Ibnu Khaldun melihat bahwa banyak masyarakat di perlakukan secara atas nama idealitas, padahal masyarakat bergerak karena sebab-sebab alamiyah, mulai dari tatanan sosial dari unit terkecil seperti keluarga, suku, sehingga terbentuknya negara. Ibnu Khaldun menolak para filosuf klasik yang menempatkan agama sebagai basis tatanan sosial. Namun pemikiran Ibnu Khaldun yang seperti ini di pandang oleh al-Affendi sebagai sebuah pemikiran yang ambivibel.
Kritik dan penjelasan tentang ilmu pengetahuan.
            Sejak awal ibnu Khaldun telah membagi ilmu pengetahuan dalam dua bentuk, ilmu akal (al-‘aqliah, filsafat) dan ilmu tradisional (al- naqliah, syaria’t) ilmu filsafat bersumber pada pemikiran, sedangkan syariat bersunber pada al-Qur’an dan al-Hadits. Dari kedua ilmu tersebut Ibnu Khaldun memberi penjelasan dengan melihat dari sisih sejarah. Ibnu Khaldun menjelaskan latar historisnya dan perkembangan pemikiranya. Maka untuk kepentingan penulisan ini, sekilas akan di sampaikan beberapa pokok penjelasan dan kritik Ibnu Khaldun terhadap ilmu tersebut.
1.      Kritik dan penjelasan tentang ilmu syariat
Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa ilmu syari’at bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadits  yang kebenaranya mutlak. Pada masa Ibnu Khaldun, ilmu syari’at telah berkembang pesat dengan kajian yang mendalam terhadap berbagai objek sehingga melahirkan berbagai disiplin ilmu. [10]
Beberapa disiplin ilmu yang tergolong ilmu syari’at di antaranya adalah ilmu tafsir, yaitu ilmu yang berupaya melakukan terjemahan dan penafsiran terhadap teks al-Qur’an, ilmu Qiro’at, ilmu Hadits adalah ilmu yang meneliti tentang hadits dengan sanat-sanatnya, ilmu fiqih adalah ilmu yang membahas tentang hukum-hukum islam, ilmu ushul fiqh adalah ilmu yang membahas tentang metode penggalian hukum islam, ilmu kalam adalah ilmu yang membahas tentang keimanan, ilmu nahwu adalah ilmu yang membahas bahasa al-Qur’an.
2.      Kritik Ibnu Khaldun tentang ilmu akal
Menurut Ibnu Khaldun ilmu akal di bagi dalam empat :
a.       Ilmu logika adalah ilmu untuk menghindarkan diri dari kesalahan berfikir dalam proses penyusunan kata-kata.
b.      Fisika adalah ilmu yang mempelajari subtansi elmen benda-benda yang di rasa oleh indra.
c.       Metafisika adalalh ilmu yang mempelajari hal-hal sepiritual.
d.      Matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang ukuran.

3.      Penolakan Ibnu Khaldun terhadap filsafat
Dalam Muqoddimah, Ibnu Khaldun menjelaskan tentang sikap penolakanya terhadap filsafat. Ada beberapa poin yang di tolak oleh Ibnu Khaldun dalam pemikiran filsafat :
a.       Para filosof berpendapat bahwa keyakinan keimanan dapat di buktikan kebenarannya melalui spekulasi intelektual, sebab akidah termasuk bagian dari presepsi intelektual.
b.      Para filusuf berpendapat bahwa kebahagiaan terletak pada pencarian presepsi sensual maupun pemikiran.[11]

           












BAB III
PENUTUP
Simpulan                                               
            Ibnu Khaldun (1332-1406 M) adalah seorang cendekiawan Muslim yang hidup pada masa kegelapan Islam. Menurut Ibnu Khaldun, sejarah adalah salah satu disiplin ilmu yang dipelajari secara luas oleh bangsa-bangsa dan generasi-generasi. Karya- karyanya antara lain yaitu: Kitab Muqaddimah, yang merupakan buku pertama dari kitab al-‘Ibar, yang terdiri dari bagian muqaddimah (pengantar). Buku pengantar yang panjang inilah yang merupakan inti dari seluruh persoalan, dan buku tersebut pulalah yang mengangkat nama Ibnu Khaldun menjadi begitu harum. Kitab al-‘Ibar, wa Diwan al-Mubtada’ wa al-Khabar, fi Ayyam al-‘Arab wa al-‘Ajam wa al-Barbar, wa man Asharuhum min dzawi as-Sulthani al-‘Akbar. Kitab al-Ta’rif bi Ibnu Khaldun wa Rihlatuhu Syarqon wa Ghorban atau disebut al-Ta’rif.









Daftar Pustaka
Athique, Haque. 2011. Seratus Pahlawan Muslim yang Mengubah Dunia. Jogjakarta. Diglossia
http://rangkumanmakalah.com/pemikiran-ibnu-khaldun-ttg-pendidikan.html, di akses 16 November 2015
Hasyim, Hafidz. 2012. Watak Peradaban dalam Epistemologi Ibnu Khaldun. Yogyakarta. Pustaka Pelajar
Gaston, Bouthoul. 1998. Teori – Teori Filsafat Ibnu Khaldun. Yogyakatra. Titian Press


[1] Haque Athique, Seratus Pahlawan Muslim yang Mengubah Dunia, (Jogjakarta: Diglossia, 2011).hlm.75
[2] Ibid., hlm.85
[3] Ibid., hlm.88
[4] http://rangkumanmakalah.com/pemikiran-ibnu-khaldun-ttg-pendidikan.html, di akses 16 November 2015
[5] Hafidz Hasyim, Watak Peradaban dalam Epistemologi Ibnu Khaldun, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), Hlm 77-80
[6] Bouthoul Gaston, Teori – Teori Filsafat Ibnu Khaldun, (Yogyakatra:  Titian Press, 1998), hlm.35
[7] Opcit., Hafidz Hasyim, hlm.53
[8] Ibid., hlm.78
[9] Ibid., hlm.80
[10] Ibid., hlm.90
[11] Ibid., hlm 100

1 komentar:

  1. Best slots, casino site & bonus codes
    Best slots, 메리트 카지노 casino site & bonus codes | Best slot casinos in Asia | 2021 | Mobile casinos | Playtech slots choegocasino | Best slots for free online at หารายได้เสริม choegocasino.

    BalasHapus