Ibnu Khaldun
Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata kuliah: Filsafat Islam
Dosen pengampu: Afith Akhwanuddin, M. Hum
Disusun oleh:
M. LuqmanulHakim (2021114048)
Zahrotul Khasanah (2021114304)
Kelas : F
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TIGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam
diskursus Islam kontemporer dewasa ini persoalan epistemologi menempati tema
sentral, karena menyangkut persoalan pandangan (world view) masyarakat muslim
terhadap dunianya. Pandangan dunia yang dimaksud adalah pandangan terhadap
realitas internal masyarakat muslim berupa kemunduran dan ketertinggalannya
selama ini di berbagai aspek, baik ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan sains
dan realitas eksternal berupa perubahan-perubahan, kemajuan kebudayaan dan peradaban
(global-modern) yang diciptakan oleh bangsa barat.
Berdasarkan
pada realitas dunia semacam ini, secara sederhana muncul berbagai kelompok
dalam masyarakat muslim (intelektual) yang berbeda dalam merespon dan memandang
dunianya. Paling tidak respon itu berupa usaha pembaharuan pemikiran Islam yang
dilakukan oleh kalangan intelektual muslim, yang masing-masing memiliki
kecenderungan berbeda.
Untuk
bisa memahami secara utuh pemikiran seorang filsuf atau ilmuwan diperlukan
kajian mendalam terlebih dahulu terhadap autobiografinya, realitas
sosial-politik yang mewarnai corak pemikirannya, perkembangan kehidupan pribadi
dan pendidikannya.
Ibnu
Khaldun hidup dalam suatu masyarakat yang kebudayaannya berbeda dengan
kebudayaan kita saat ini. Hal pokok agar bisa memahami pemikirannya adalah
dengan cara mengkaji fenomena sosial yang mengelilingi kehidupan pribadinya.
Dilihat dari perspektif sosiologi pengetahuan, setiap pemikiran manusia
bukanlah suatu cerminan sempurna yang mutlak, tetapi sebagai alat untuk survival.
Biasanya manusia dalam melihat realitas sangat dipengaruhi oleh situasi
kultural, sosial dan fisiknya. Teori ini juga berlaku memahami sosok Ibnu
Khaldun. Ia selama ini dianggap sebagai perintis dan orang pertama yang
mengkaji ilmu sosial dan mereumuskan hukum-hukum kemasyarakatan.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut
perlu kiranya perlu merumuskan masalah sebagai pijakan untuk terfokuskan kajian
makalah ini. Adapun rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana
riwayat hidup Ibnu Khaldun?
2.
Apa
saja karya-karya pemikiran dari Ibnu Khaldun?
3.
Bagaimana
corak pemikiran Ibnu Khaldun?
4.
Bagaimana
tujuan kitab Ibnu Khaldun “Muqaddimah”?
5.
Bagaimana
epistemologi Ibnu Khaldun paradigma dengan sosiologi modern?
C.
Metode Pemecahan Masalah
Metode pemecahan masalah yang dilakukan melalui studi
leteratur/metode kajian pustaka, yaitu dengan menggunakan beberapa referensi
buku atau daari referensi lainnya yang merujuk pada permaslahan yang dibahas.
Langkah-langkah pemecahan masalahnya dimulai dengan menentukan masalah yang
akan dibahas dengan melakukan perumusan masalah.
D.
Sistematika Penulisan Makalah
Makalah ini ditulis dalam tiga bagian,
meliputi: Bab I, bagian pendahuluan yang terdiri dari: latar belakang masalah,
perumusan masalah, metode pemecahan masalah, dan sistematika penulisan makalah;
Bab II, adalah pembahasan; Bab III, bagian penutup yang terdiri dari simpulan
dan daftar pustaka.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Riwayat Hidup Ibnu Khaldun
Pendiri ilmu sosial dan ahli sejarah Muslim terbesar, Abdur Rahman Wali’ud-din
Muhammad ibnu Khaldun. Lahir di Tunisia
pada tanggal 1 Ramadhan tahun 723. Nama lengkap Ibnu Khaldun al-Hardami.
Banyak gelar yang melekat adanya sebagai bentuk prestasi dan kekuasaan yang
pernah di raih dan di gelutinya, selanjutnya Waliudin, al-Malik, al-Rais,
al-Hija, al-sadrur al- kabir, al-Faqih al-Jalil, “Allamat al-Ummah, Imam
al-Aminah, Jamlalu al-Islam wal Muslimin. Nenek moyangnya berimigrasi dari
Handramat ke Seville (di Spanyol) pada abad ke-9 M dan bekerja sebagai ahli
kenegaraan dan penjabat selama hampir empat abat. Pada abat ke-13, keluarganya
termasuk keluarga berpengaruh di Seville. Sebelum akhir abad seville di duduki
kaum keristen, dan keluarganya harus berimigrasi ke Tunisia seperti keluarga –
keluarga bangsawan lainya.
Ayahnya adalah cendekiawan islam terkemukaka sehingga dia mendapat
pendidikan dasar dari ayahnya dan dari cedekiawan-cedikiawan islam yang
berkualitas nama gurunya dan meneliti kedudukan mereka dalam dunia ilmu dan
karya-karyanya di antara mereka adalah Muhammad bin sa’ad bin Butral
al-Anshari, Muhammad bin al al-Arabi al-Husyairi, Muhammad bin al-Syawazz
al-Zarzali, Ahmad bin Al-Qashar, Muhammad bin Bahar, Muhammad bin Jabir al-
Qaisi, Muhammad bin Abdllah al-Faqih, Abdul-Qasim uhammad al-Qasir, Muhammad
bin Abdissalam, dan lain-lain. Sejak kecil kecerdasannya yang tinggi dan
ide-ide filosofisnya telah menarik perhatian. Ketika berusia 20 tahun, dia di
tunjuk oleh Sultan Fez sebagai sekertaris peribadinya. Akan tetapi, ide-ide
filosofisnya menjauhkanya dari kelas ulama, maka dia meninggalkan Fez. Dia
kemudian menjadi sekertaris Sultan Marindi, Abu Ivan. Berkat jasa, posisi dan
statusnya di istana Sultan, dia menjadi sangat kaya dan terkenal dalam waktu
singkat, tetapi akibat perseketaan dia berakhir di penjara.[1]
Ibnu Khaldun terkenal sebagai Bapak Ilmu Sosial, Bukunya The
History of The World, khususnya Muqoddimah, tidak hanya kontribusinya yang unik
dalam bidang sejarah tetapi merupakan babak baru dan cahaya bagi dunia
tulis-menulis secara umum. Kombinasi dari pengalaman praktis dan pengetahuan
yang luas buku yang menjadi inspirasi semua ahli sejarah dan penulisan di
seluruh duia buku ini berjudul Kitab al-I’bar.
Ibnu Khaldun juga yang membawa
perubahan dalam perilaku manusia terhadap sejarah, penguasa, terhadap
aturan, dan terhadap Tuhannya. Dia mengatakan bahwa negara dan peradaban
berjalan menurut aturan dasar yang pasti, dan aturan warna kulit mereka. Ibnu
Khaldun mengatakan bahwa sejarah tidak hanya cerita bangsa-bangsa dan agama.
Sejarah adalah narasi seluruh aktivitas manusia. Ini adalah cerita perkembangan
peradaban manusia. Tugas ahli sejarah adalah mencatat masalah dan perubahan
manusia dari hari ke hari.
Penemuan mendasar dari perkembangan masyarakat secara bertahap dan
perkembangan masyarakat secara bertahap dan menilai seluruh peristiwa dalam
sejarah sesuai dengan penemuan teersebut adalah filosofis sejarah yang di
kemukakan Ibnu Khaldun. Dan menurut Toynbee, ini adalah sumbangan terbesar Ibnu
Khaldun.
He was outstanding in his knowledge of Arabic and had an
understanding of poetry in its different forms and I can well remember how the
men of letters sought his opinion in matters of dispute and submitted their
works to him.
Dalam dunia ekonomi, ilmu
pengetahuan dan sains dia memiliki pengaruh yang belum ada sebelumnya. Dia
menempatkan yang di atas filsafat. Apa yang tak bisa di pahami dengan keyakinan
pada Allah. Dia membaha hal ini juga dibahas dalam muqaddimah.[2]
Ketika mengevaluasi Ibnu Khaldun kita harus mengingat, bahwa ketika
duduk di istana di Afrika Utara lima ratus tahun yang lalu yang luas, dia
memberikan sumbangan di bidang sejarah dan dunia pada umumnya, sebuah
pengetahuan dan arah yang menjadi dasar bagi ahli sejarah generasi selanjutnya.
Jadi Bapak Ilmu sejarah sejati.[3]
B.
Karya-Karya Ibnu Khaldun
Di bawah ini karya – karya Ibnu Khaldun :
Untuk buku pertamnya adalah Lubab al-muhassal yang telah dia
selesaikan dibawah pengawasan guru favoritnya al-Alibi. Ketika Ibnu Khaldun
masih berusia 19 tahun dan masih tinggal di Tunis.
Sebelum menulis kitab al-I’bar, ada satu karyanya yaitu Shifa’
al-sa’il yang ia tulis selama singgah di Fez.
1.
Kitab
Muqaddimah yang merupakan buku pertama dari kitab al-I’bar yang terdiri dari
bagian muqaddimah. Buku pengantar yang panjang inilah yang merupakan inti dari
seluruh persoalan dan buku tersebut pulalah yang mengangkat nama Ibnu Khaldun
menjadi begitu harum. Adapun tema muqaddimah ini adalah gejala-gejala sosial
dan sejarahnya.
2.
Kitab
al-I’bar Wa Diwan al-Mubtada’ Wa al-Khabar Fi Ayyam al-‘Arab Wa al-‘Ajam Wa
al-Barbar Wa Man Asharuhum Min Dzawi as;Sulthani al-Akbar (kitab pelajaran dan
arsip sejarah zaman permulaan dan zaman akhir yang mencakup peristiwa politik
mengenai orang-orang arab, non arab dan Barbar, serta raja-raja besar yang
semasa dengan mereka) yang kemudian terkenal dengan kitab I’bar yang terdiri
dari tiga buku. Buku pertama adalah sebagai kitab Muqaddimah atau jilid pertama
yang berisi tentang masyarakat dan ciri-cirinya yang hakiki, yaitu
pemerintahan, kekuasaan, pencaharian, penghidupan, keahlian-keahlian dan ilmu
pengetahuan dengan segala sebab dan alasan-alasannya. Buku kedua terdiri dari
empat jilid yaitu jilid kedua, ketiga, keempat dan kelima yang menguraikan
tentang sejarah bangsa arab, generasi-generasi mereka serta dinasti-dinasti
mereka. Disamping itu juga mengandung ulasan tentang bangsa-bangsa terkenal dan
negara yang sezaman dengan mereka, seperti bangsa Persia, Syiria, Yahudi,
Yunani, Romawi, Turki dan Eropa. Kemudian buku ketiga terdiri dari dua jilid
yaitu jilid ke enam dan ketujuh yang berisi tentang sejarah bahasa Barbar dan
Zanata yang merupakan bagian dari mereka khususnya kerajaan dan negara-negara
Maghribi (Afrika-Utara).
3.
Kitab
al-Ta’rif bi Ibnu Khaldun Wa Rihlatuhu Syarqon Wa Ghorban atau disebut
al-Ta’rif, dan oleh orang-orang barat disebut dengan Autobiografi. Merupakan
bagian terakhir dari kitab al-I’bar yang berisi tentang beberapa bab mengenai
kehidupan Ibnu Khaldun. Dia menulis autobiografinya secara sistematis dengan
menggunakan metode ilmiah, karena terpisah dalam bab-bab, tapi saling
berhubungan antara satu dengan yang lain.[4]
C.
Corak dan Sistem Pemikiran Ibnu Khaldun (Realisme yang Religious)
Pola pemikiran intelrektual sebelum ibnu khaldun, telah menyadarkan sikap
kritis Ibnu Khaldun untuk bisa menjelaskan realitas sosial politik. Perbedaan
mendasar dari pemikiranya dapat di lihat dari konteks memahami fenomena
kemasyarakatan yang nuansanya realis, bermaksud mengungkap fenomena dengan apa
adanya. Ibnu Khaldun tidak berpegang dan menciptakan nilai normative sistem
kekuasaan, melainkan meletakan sistem sosial politik berjalan sesuai dengan
watak alamiyahnya.
Ibnu Khaldun memang seorang realis, tetapi tidak mengesampingkan sesuatu
yang religius. Apa yang harus terjadi sama benarnya dengan dengan yang terjadi,
masing – masing harus di tempatkan pada posisi yang sebenarnya. Ibnu Khaldun
menolak pemikiran – pemikiran konvesional, yang cenderung mencampur adukan
keduanya. Ibnu Khaldun menyerang sejarawan seperti menulis al-Hadist. Para
penulis al-Hadits selalu menyibukkan diri dengan mempertanyakan apakah nabi
benar–benar mengucapkan suatu hadits tertentu. Metode al-Hadits tidak bisa di
gunakan dalam penulisan sejarah. Sejarah berhubungan dengan masalalu dan untuk
mempelajarinya perlu memahami hukum–hukum sosial yang berlaku pada masyarakat.
Realisme Ibnu Khaldun di samping bersumber realitas pengalaman empiris,
lalu membangung suatu teori, hukum, premis atas fakta–fakta yang di lihatnya,
Ibnu Khaldun berupaya mendialokkan dengan teks–teks al–Qur’an dan al-Hadits.
Dalam seluruh pembicaraannya di Muqqodimah, selalu menghubungkan dasar
argumentasi dengan teks al–Qur’an dan Hadits, sekaligus memberi
interprestasirtas teks–teks tersebut. [5]
D.
Tujuan Ibnu Khaldun Menulis Muqoddimah.
Muqodidimah adalah
karya kritis historis. Ulasan singkat tentang Muqoddimah sebelum mengupas lebih
dalam tentang teori pengetahuan Ibnu Khalduun. Kiranya perlu dipaparkan sebuah
uraian singkat mengenai karya Ibnu Khaldun. Ibnu Khaldun dengan pengetahuan
yang luas dan pengalaman yang kaya telah melihat bahwa ia perlu membangun ilmu
pengetahuan baru yang membedakannya dari ilmuan–ilmuan yang selama ini
cenderung menggeluti pemikiran filsafat yang nuansanya metafisik–idealitik.
Menurut Ibnu Khaldun ada salah satu karakter yang tidak dapat di bantah dalam
pemkiran genial, yaitu menunjukkan kepekaan terhadap rasa heran, terkejut dan
mengajukan pertanyaan–pertanyaan mengenai hal–hal biasa yang oleh orang–orang
umum secara otomatis dianggap sebagai dasar bagi kebiasaan–kebiasaan sekuler,
seperti halnya hukum newton pada apel. Demikian eksistensi dinasti–dinasti,
maupun kehidupan orang–orang nomade dan orang–orang kota tentu saja bukan hal
baru, tetapi Ibnu Khaldun tidak puas dengan pernyataan–pernyataan ini. Dari
rasa ingin tahunya itulah kemudian lahir muqoddimah, kajian tentang sejarah
universal yang di lihat melalui suk–dukan Afrika Utara. Faktor – faktor yang
menyebabkan bukunya berbeda dari karya–karya terdahulu yang mirip. Ia
mengatakan bahwa karya–karya sejarawan selama ini hanya sampai pada
rincian–rincian yang tidak memperkaya semangat.
Ilmu pengetahuan yang di maksud adalah ilmu pengetahuan yang menggali
persoalan–persoalan kemasyarakatan dan untuk menemukan dasar–dasar hukum bagi
perubahan dan perkembangan masyarakat.[6]
Isi Muqoddimah Ibnu Khaldun menyusun muqoddimah dalam berbagai
bagian penting sebagai berikut :
1.
Sebuah
pengantar pendek.
2.
Pendahuluan
berupa ulasan singkat manfaat histrogafi dan kritik terhadap kesalahan yang di
lakukan sejarawan.
3.
Buku
pertama dari al-Ibar berupa uraian kritik terhadap penulisan sejarah yang
dilakukan sebelum Ibnu Khaldun.
4.
Bab
pertama dari buku pertama berbicara tentang peradaban manusia secara umum.
5.
Bab
kedua berupa uraian tentang peradaban.
6.
Bab
ketiga dari buku pertama berisi penjelasan.
7.
Bab
ke empat dari buku pertama berisi tentang peradaban.
8.
Bab
kelima dari buku pertama berisi penjelasan.
9.
Bab
keenam dari buku pertama berisi tentang berbagai macam ilmu pengetahuan.[7]
Hal pokok yang menjadi pembahasan Ibnu Khaldun dalam muqodimah
adalah masalah fenomena sosial, yang disebutkan dengan istilah Waqi’at
al-Umroni al-Basyari atau al-Ahwal al-Ijtima’ al-Insani. Walau begitu, Ibnu
Khaldun tidak memberikan definisi yang baku tentang apa yang di maksud fenomena
sosial. Ibnu Khaldun hanya memberikan contoh sebagai berikut :
Hakikat sejarah adalah catatan tentang masyarakat umat manusia
(al-Ijtima’al-Insani). Sejarah itu identik dengan peradaban dunia (Umron
al-Alam) tentang perubahan–perubahan yang terjadi pada watak peradaban itu
(Tawahsyu) keramah–tamahan (Ta’anuts) berdasarkan pada beberapa contoh fenomena
sosial yang di kemukakan ibnu Khaldun di atas, dapat disimpulkan bahwa fenomena
sosial adalah kaidah–kaidah atau hukum–hukum dan kecenderungan–kecenderungan
umum yang dibentuk oleh individu–individu sebagai dasar dalam mengatur
masalah–masalah sosial yang terjadi, memper erat hubungan mereka satu sama
lain.
Proses penarikan kesimpulan model Ibnu Khaldun berpijak pada
realitas. Hal ini akan memeberikan pemahaman awal bahwa Ibnu Khaldun tidak
menggunakan model logika Aristoteles
sebagaimana banyak di yakini dan di gunakan oleh filosuf sebelumnya dalam
menganalisis berbagai persoalan. Menurut Fakhry Ali, Ibnu Khaldun tidak menafikan
bahwa logika bermanfaat untuk menyusun
dasar argumentasi yang sistematis, tetapi logika tidak banyak menghasilkan ilmu
pengetahuan. Tampaknya Ibnu Khaldun bermaksud menampilkan suatu bentuk logika
yang berdasar pada realitas untuk mencari hukum–hukum yang terjadi dalam masyarakat.
E.
Epistemologi Ibnu Khaldun Paradigma dengan Sosiologi Modern
Dilihat dari sisi episitimologi, pemikiran model Ibnu khaldun
mengalami perkembangan pesat pada dunia modern. Ibnu Khaldun berusaha keras
untuk membangun ilmu pengetahuan tentang manusia. Berbeda dengan kalangan
ilmuan klasik sebelum Ibnu Khaldun yang menekankan dimensi moral manusia. Ibnu
Khaldun berupaya untuk mengambil jarak dari fenomena manusia yang mendasari
kebenaran, yang kemudian menjadi tujuan yang berkelanjutan dari ilmu
pengetahuan modern. Anehnya penemuan ibnu Khaldun tentang ilmu pengetahuan
sosial tidak mendapat tempat dikalangan intelektual Islam. Pasca Ibnu Khaldun,
tidak di temukan lagi sosiolog–sosiolog muslim yang terus mengembangkan ilmu
pengetahuan baru ini.[8]
Bangunan model Ibnu Khaldun justru subur dan berkembang pesat di
dunia Barat. Para sosiolog Barat bermunculan untuk mengkuji secara serius
fenomena kemasyarakatan ini, mulai dari Machiavelli, Vico, Hobes, Locke, Comte,
terus mengusung pemikiran terkait dengan perkembangan masyarakat. Dalam
pandangan Abdel Wahab al-Affedi, upaya pengambilan jarak ini mencapai puncak
dalam ajaran Marxisme yang mengklaim telah membebaskan manusia.[9]
Memang para sosiolog Barat hampir memiliki kemiripan dengan pemikiran
Ibnu Khaldun. Machevelli memberi cerita buruk pada politik kekuasaan yang mana
seluruh kekuasaan Negara memiliki logikanya sendiri, yang cenderung bertarung
untuk mempeributkan realitas sosial politik. Menurut Thomas Hobbes berpandangan
bahwa setiap manusia cenderung ingin berkuasa dan tidak pernah puas, sehingga
untuk mencapai stabilitas sosial perlu di buat peraturan yang di paksakan
kepada manusia oleh superior tertinggi yaitu Negara.
Kemiripan sosiolog Barat dengan Ibnu Khaldun dilihat dari aspek pemahaman
bahwa realitas sosial bergerak secara alamiah. Ibnu Khaldun melihat bahwa
banyak masyarakat di perlakukan secara atas nama idealitas, padahal masyarakat
bergerak karena sebab-sebab alamiyah, mulai dari tatanan sosial dari unit
terkecil seperti keluarga, suku, sehingga terbentuknya negara. Ibnu Khaldun
menolak para filosuf klasik yang menempatkan agama sebagai basis tatanan
sosial. Namun pemikiran Ibnu Khaldun yang seperti ini di pandang oleh
al-Affendi sebagai sebuah pemikiran yang ambivibel.
Kritik dan penjelasan tentang ilmu pengetahuan.
Sejak awal ibnu
Khaldun telah membagi ilmu pengetahuan dalam dua bentuk, ilmu akal (al-‘aqliah,
filsafat) dan ilmu tradisional (al- naqliah, syaria’t) ilmu filsafat bersumber
pada pemikiran, sedangkan syariat bersunber pada al-Qur’an dan al-Hadits. Dari
kedua ilmu tersebut Ibnu Khaldun memberi penjelasan dengan melihat dari sisih
sejarah. Ibnu Khaldun menjelaskan latar historisnya dan perkembangan
pemikiranya. Maka untuk kepentingan penulisan ini, sekilas akan di sampaikan
beberapa pokok penjelasan dan kritik Ibnu Khaldun terhadap ilmu tersebut.
1.
Kritik
dan penjelasan tentang ilmu syariat
Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa ilmu syari’at bersumber dari
al-Qur’an dan al-Hadits yang kebenaranya
mutlak. Pada masa Ibnu Khaldun, ilmu syari’at telah berkembang pesat dengan
kajian yang mendalam terhadap berbagai objek sehingga melahirkan berbagai
disiplin ilmu. [10]
Beberapa disiplin ilmu yang tergolong ilmu syari’at di antaranya
adalah ilmu tafsir, yaitu ilmu yang berupaya melakukan terjemahan dan
penafsiran terhadap teks al-Qur’an, ilmu Qiro’at, ilmu Hadits adalah ilmu yang
meneliti tentang hadits dengan sanat-sanatnya, ilmu fiqih adalah ilmu yang
membahas tentang hukum-hukum islam, ilmu ushul fiqh adalah ilmu yang membahas tentang
metode penggalian hukum islam, ilmu kalam adalah ilmu yang membahas tentang
keimanan, ilmu nahwu adalah ilmu yang membahas bahasa al-Qur’an.
2.
Kritik
Ibnu Khaldun tentang ilmu akal
Menurut Ibnu Khaldun ilmu akal di bagi dalam empat :
a.
Ilmu
logika adalah ilmu untuk menghindarkan diri dari kesalahan berfikir dalam
proses penyusunan kata-kata.
b.
Fisika
adalah ilmu yang mempelajari subtansi elmen benda-benda yang di rasa oleh
indra.
c.
Metafisika
adalalh ilmu yang mempelajari hal-hal sepiritual.
d. Matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang ukuran.
3.
Penolakan
Ibnu Khaldun terhadap filsafat
Dalam Muqoddimah, Ibnu Khaldun menjelaskan tentang sikap
penolakanya terhadap filsafat. Ada beberapa poin yang di tolak oleh Ibnu
Khaldun dalam pemikiran filsafat :
a.
Para
filosof berpendapat bahwa keyakinan keimanan dapat di buktikan kebenarannya
melalui spekulasi intelektual, sebab akidah termasuk bagian dari presepsi
intelektual.
b.
Para
filusuf berpendapat bahwa kebahagiaan terletak pada pencarian presepsi sensual
maupun pemikiran.[11]
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Ibnu Khaldun (1332-1406 M) adalah
seorang cendekiawan Muslim yang hidup pada masa kegelapan Islam. Menurut Ibnu Khaldun,
sejarah adalah salah satu disiplin ilmu yang
dipelajari secara luas oleh bangsa-bangsa dan generasi-generasi. Karya- karyanya antara lain yaitu: Kitab Muqaddimah, yang merupakan buku pertama dari kitab
al-‘Ibar, yang terdiri dari bagian muqaddimah (pengantar). Buku pengantar yang
panjang inilah yang merupakan inti dari seluruh persoalan, dan buku tersebut
pulalah yang mengangkat nama Ibnu Khaldun menjadi begitu harum. Kitab al-‘Ibar,
wa Diwan al-Mubtada’ wa al-Khabar, fi Ayyam al-‘Arab wa al-‘Ajam wa al-Barbar,
wa man Asharuhum min dzawi as-Sulthani al-‘Akbar. Kitab al-Ta’rif bi Ibnu
Khaldun wa Rihlatuhu Syarqon wa Ghorban atau disebut al-Ta’rif.
Daftar Pustaka
Athique, Haque. 2011. Seratus Pahlawan Muslim yang Mengubah
Dunia. Jogjakarta. Diglossia
http://rangkumanmakalah.com/pemikiran-ibnu-khaldun-ttg-pendidikan.html,
di akses 16 November 2015
Hasyim, Hafidz. 2012. Watak Peradaban dalam Epistemologi Ibnu
Khaldun. Yogyakarta. Pustaka Pelajar
Gaston, Bouthoul. 1998. Teori – Teori Filsafat Ibnu Khaldun.
Yogyakatra. Titian Press
[1] Haque Athique, Seratus Pahlawan Muslim yang Mengubah Dunia, (Jogjakarta:
Diglossia, 2011).hlm.75
[4] http://rangkumanmakalah.com/pemikiran-ibnu-khaldun-ttg-pendidikan.html, di
akses 16 November 2015
[5] Hafidz Hasyim, Watak Peradaban dalam Epistemologi Ibnu Khaldun,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), Hlm 77-80
[6] Bouthoul Gaston, Teori – Teori Filsafat Ibnu Khaldun, (Yogyakatra: Titian Press, 1998), hlm.35
Best slots, casino site & bonus codes
BalasHapusBest slots, 메리트 카지노 casino site & bonus codes | Best slot casinos in Asia | 2021 | Mobile casinos | Playtech slots choegocasino | Best slots for free online at หารายได้เสริม choegocasino.